• Posted by : Ridwanaji Minggu, 18 November 2018

    Jika Anda pernah naik kereta rangkaian listrik (KRL) Jabodetabek, khususnya jalur Jakarta-Bogor, Anda berarti pernah berada dalam gerbong Commuter Line. Gerbong-gerbong yang diproduksi di Jepang digunakan lebih dulu di Jepang dan kemudian diekspor ke Indonesia. Ya, pengguna jasa transportasi KRL di Indonesia menaiki kereta bekas hasil impor dari Jepang.
    Meski judulnya kereta bekas, rangkaian gerbong Commuter Line lebih baik dari gerbong-gerbong kereta ekonomi yang sejak akhir 2013 kelasnya telah dihapus oleh PT Kereta Api Commuter Jabodetabek (KCJ), perusahaan pengelola jalur transportasi kereta di Jakarta dan wilayah penyangganya. Yang membedakan antara Jepang dan Jabodetabek adalah usia pakai gerbong dan tidak berfungsinya fasilitas penghangat kabin kereta yang terletak di bawah deretan kursi penumpang.
    Dan tahukah Anda, hanya Indonesia negara pengimpor gerbong-gerbong kereta bekas dari Jepang. Jika saja tidak dibeli oleh Indonesia setelah usia gerbong mencapai masa pakai 30 tahun, Jepang menghancurkan kereta-kereta tua milik mereka. "Lebih baik beli baru daripada pakai yang lama," kata Wakil Direktur Biro Perkeretaapian, Kementerian Agraria, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang Akihiro Kurihara, di Tokyo, Rabu (3/12).
    Kurihara menerangkan, kereta asal Jepang umumnya didesain untuk masa pakai hingga 50 tahun. Namun, ketika kereta memasuki usia 30 tahun, biaya perawatannya menjadi semakin mahal. Atas pertimbangan mahalnya biaya perawatan operator-operator kereta di Jepang, mereka terpaksa menghancurkan atau menjual kereta-kereta bekasnya.
    Namun, meski kereta bekas, Kurihara menjamin kereta-kereta yang diekspor ke Indonesia melalui jalur laut itu masih aman dioperasikan selama dirawat dengan baik. Pada akhir 2013 lalu, Kementerian Perhubungan melalui PT KCJ membeli 180 unit gerbong kereta dari Japan Railway East Co senilai Rp 180 miliar.
    Merasa puas dengan hitung-hitungan ekonomis pembelian kereta bekas dari Jepang, PT KCJ pun berencana menambah pembelian. Pada pertengahan Oktober 2014 lalu, mantan direktur utama PT KAI Ignasius Jonan pun telah berkunjung ke Tokyo untuk melakukan penjajakan pembelian kereta bekas tambahan.
    Direktur Utama PT KCJ Tri Handoyo mengatakan, kereta bekas Jepang dipilih karena harganya yang jauh lebih murah. "Kalau beli baru, bisa 12 kali lipat harganya," ucap dia. Humas PT KCJ Eva Chairunnisa Eva memerinci, kereta bekas yang dibeli PT KCJ beli dari Jepang berharga Rp 800 juta hingga Rp 1 miliar rupiah per gerbong. Sedangkan, harga kereta baru, kata Eva, mencapai Rp 10 miliar hingga Rp 12 milliar. "Terbayang, bukan, selisihnya? Dan bisa dibayangkan tarif yang akan kami pasang bila kami memutuskan membeli kereta baru," kata Eva.
    Eva menambahkan, alasan pembelian kereta bekas juga berhubungan dengan permasalahan tarif. "Kereta bekas tentu akan memberikan tarif yang lebih murah kepada pelanggan dibanding bila kami beli kereta baru yang mahal," kata Eva, kemarin.
    Pengamat transportasi dari Universitas Indonesia, Alvinsyah, menilai wajar pembelian kereta bekas oleh PT KCJ. Alvinsyah menyatakan, kebijakan pembelian gerbong kereta yang diambil PT KCJ semata hitung-hitungan bisnis. "Beli bekas dihitung-hitung jauh lebih menguntungkan," kata Alvinsyah.
    Adapun soal produksi Jepang yang dipilih, Alvinsyah menilai itu lantaran tinggal Jepang negara yang masih memproduksi gerbong kereta dengan lebar roda 1.067 milimeter atau sama dengan ukuran standar rel di Indonesia. Sebagian besar negara di dunia saat ini telah beralih ke ukuran 1.435 milimeter. "Negara yang masih memproduksi untuk jenis rel kita hanya Jepang," kata Alvinsyah.
    Meski mengakui standar produksi Jepang yang tinggi, Alvinsyah mengingatkan PT KCJ terkait perawatan gerbong-gerbong bekas yang saat ini digunakan pengguna jasa KRL di Indonesia. Alvinsyah yakin, penumpang tidak terlalu memedulikan apakah gerbong kereta yang mereka naiki bekas atau baru asal aman, nyaman, dan tarif terjangkau. "Yang saya tahu, kualitas barang Jepang hebat, kualitas baja terbaik di Jepang

    0 komentar

  • Copyright © 2013 - Nisekoi - All Right Reserved

    Just for Share Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan